Siaga Online.com, MERANTI - Terkait Perselisihan Industrial Management PT. National Sago Prima dengan 14 orang karyawannya yang di mutasi secara sepihak beberapa waktu lalu, selain tidak mencapai kesepakatan dalam perundingan bipartite, juga di nilai cacat hukum, pasalnya pihak Perusahaan selalu menolak dibuatnya risalah perundingan. Menurut keterangan Ketua FSP. RTMM-SPSI Kabupaten Kepulauan Meranti, Ibrahim Munir mengatakan, "Dengan menolak dibuatnya risalah dalam setiap perundingan, berarti pihak perusahaan ingin selalu buang badan dalam pengambilan keputusan. Termasuk mutasi pekerja yang tidak mengacu pada Pasal 32 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Apalagi pihak perusahaan sampai melakukan pemutusan hubungan kerja, karena hal itu di lakukan setelah melalui beberapa tahap, antara lain apabila perundingan bipartite tidak mencapai kesepakatan selanjutnya di lakukan Mediator, dan Konsiliator, yang kesemua itu harus tercatat dalam risalah perundingan". ujar Ibrahim. Dikatakan juga. "Sesuai Undang-Undang tersebut pekerja masih dinyatakan berstatus sebagai karyawan dan berhak menerima upah, serta berkewajiban untuk bekerja, seperti dijelaskan pada Pasal 151 dan Pasal 155, Hubungan Industrial belum berakhir sampai ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap, dan selama itu pekerja masih harus hadir pada perusahaan tersebut".tambah Ibrahim lagi. Tetapi yang disayangkan dalam penyelesaian perselisihan industrial ini, Pemerintah Daerah melalui Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja, yang berperan sebagai pelayanan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran Undang-Undang ketenagakerjaan, di nilai tidak menjalankan pungsinya dengan baik, hal ini terlihat dari kurangnya pembinaan pada lembaga kerjasama bipartite di perusahaan. Menyikapi kejadian tersebut, Koordinator LSM Independen Pemberantas Kriminal Ekonomi Privinsi Riau, Zainudin. HS. SAg, mengimbau pemerintah melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kepulauan Meranti, Yulian Norwis. SE. MM, agar menyikapi masalah yang terjadi di PT NSP tersebut. "Akan adanya mutasi sepihak yang akan berimplikasi ke pemutusan hubungan kerja oleh PT. NSP terhadap 14 orang karyawannya jika menolak dimutasi. Sebagaimana komitmen Management perusahaan yang di sampaikan humas perusahaan tersebut beberapa waktu lalu. Pemerintah harus bertindak cepat tanggap, agar perlakuan semena-mena pihak perusahaan tidak terjadi berulang kali. Selain itu pemerintah juga dalam hal ini harus bertindak selaku penengah, bukan penindak setengah-setengah". ujar Zainudin. Sengketa Hubungan Industrial yang dilanjutkan oleh Ketua FSP. RTMM-SPSI Kepulauan Meranti, ke Komisi II DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti, dengan bentuk pengaduan tertulis sudah di tanggapi serius oleh Komisi II DPRD Kepulauan Meranti yang membidangi ketenagakerjaan, melalui Dedi Putra yang di dampingi Taufik mengatakan, "Kami sebelumnya sudah mendapat informasi terkait kejadian ini, dan hal ini sudah kami agendakan. Dalam waktu dekat kami akan mempelajari terkait mutasi yang dikabarkan sepihak yang mengarah ke pemutusan hubungan kerja itu, yang jelas sebelum minggu kedua september ini sudah ada jawaban. Biasanya dalam pemutusan hubungan kerja selalu diperhatikan bentuk kontrak kerjanya. Dan kami juga akan mempelajari hal tersebut, apakah dasar efesiansi karyawan atau dampak akan pailitnya sebuah perusahaan". kata Politisi Partai berlambang Ka'bah itu. **(Nr).