
Siagaonline.com, Tanjungpinang - Ketidaktransparansi Anggaran serta sikap Bungkam Hendri Kurniadi yang baru dilantik sebagai kepala dinas komunikasi dan informatika (Kominfo) Provinsi Kepulauan Riau(Kepri) menjadi tanda tanya besar.
Seorang Figur, yang seharusnya dapat mampu mengatasi sengketa pers selama ini, terkait kerjasama media berdasarkan kualified media yang telah memenuhi syarat namun tidak mendapatkan kesempatan kerja sama.
Sementara alokasi dana publikasi sangat besar, menimbulkan kecurigaan praktik tidak sehat, Ini bisa mengindikasikan kolusi, nepotisme, atau pola tender yang tidak kompetitif.
Lalu dikemanakan mata anggaran yang ditafsir sebesar Rp 6 Miliar dan perusahaan media mana saja yang menikmati anggaran sebesar itu? belum terjawab hingga kini.
Seharusnya Hendri, pejabat publik wajib memberikan pertanggungjawaban atas penggunaan dana APBD bukan malah bungkam dan terus membisu.
Ketiadaan informasi detail tentang kegiatan, penerima manfaat, dan mekanisme penyerapan anggaran menimbulkan tanda tanya besar.
Informasi yang beredar, anggaran Rp 6 Miliar yang dikelola oleh pihak dinas kominfo Kepri disebut- sebut terdapat anggaran pokok pikiran dewan DPRD Provinsi yang diperuntukkan sebagai ajang kerjasama kegiatan media pada tahun ini.
Pokir sering kali menjadi celah politisasi anggaran dan proyek-proyek yang tidak berdasarkan kebutuhan riil atau perencanaan matang oleh OPD.
Dalam hal inj, Peran DPRD Kepri: Komisi terkait di DPRD Kepri harus memanggil Kadis Kominfo Hendri Kurniadi dan memintanya "bertanggung jawab" memberikan penjelasan lengkap dan terbuka di forum resmi.
Mengevaluasi alokasi Pokir yang masuk ke anggaran Kominfo dan memastikan penggunaannya sesuai peraturan dan kebutuhan daerah.
Kesimpulan
Kasus ini merupakan "potensi pelanggaran serius terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah". Sikap membungkam pejabat, besarnya anggaran yang tidak jelas peruntukannya, dan adanya indikasi media yang kualified tidak dilibatkan, menciptakan lingkungan yang rentan terhadap penyalahgunaan anggaran dan praktik KKN.
Desakan untuk audit independen, keterbukaan informasi, dan pertanggungjawaban pejabat di forum DPRD menjadi langkah krusial yang harus segera dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan publik dan memastikan uang rakyat (Rp 6 Miliar itu) digunakan secara benar dan bermanfaat.
Spekulasi politik di balik pengangkatan pejabat hanya akan terpatahkan jika transparansi dan akuntabilitas ditegakkan.
Dalam hal ini, Potensi Penyalahgunaan: Kombinasi antara anggaran besar, ketidaktransparanan, dan tidak adanya kerja sama dengan media yang jelas memenuhi syarat berpotensi mengarah pada penyalahgunaan anggaran (mark-up, proyek fiktif, atau pembayaran untuk publikasi yang tidak jelas hasilnya).(Zen)
(Mohon Dilampirkan Data Diri Anda)



Berita Terkini | Indeks |